Kamis, 27 November 2008

Sola Scriptura & Ibadah

Beberapa tahun ini saya sedang menggumuli sebuah pertanyaan, apa arti sebuah ibadah dalam konteks gerejawi? apakah ibadah hanya sekadar digambarkan seperti memberi sebuah pujian kepada Tuhan, memberikan yang terbaik, yang harum, yang sejati di hadapan tahta Allah? Apakah benar saya telah memberikan yang terbaik, yang harum, yang sejati di hadapan Allah? Rasanya saya ingin meneteskan airmata pertanda sampai hari ini saya belum dapat memberikan yang paling terbaik, yang paling harum, yang paling sejati di hadapan Allah. selama ini saya hanya bisa memberikan apa yang ada pada saya, memberikan “rempah-rempah pelayanan” yang bukan kualitas surgawi, bukan juga memberikan pelayanan yang paling “sejati” seperti kesejatian Tuhan. Jika demikian, mengapa Tuhan masih mempercayakan saya untuk melayani Tuhan? beribadah di hadapan Tuhan?

Saya sangat diberkati Tuhan saat saya membaca artikel dari John Macarthur “The critical element of true worship” yang membahas Roma 11:1-2, Macarthur memberikan penjelasan bahwa seringkali ibadah hanya dicomment dengan eksistensi musik sehingga definisi worship cenderung “fragmented” dan sempit. secara logika, apakah musik memproduksi ibadah? atau ibadah yang sebenarnya memproduksi musik?

Seringkali logika kita telah salah menempatkan musik dan ibadah di dalam satu definisi yang sama. meskipun musik sangat berhubungan dengan ibadah, tetapi musik hanyalah bagian dari worship. sedangkan worship menjadi essensial di dalam totalitasnya. Apa yang bisa kita pelajari dari Roma 12:1-2?

Pertama, ibadah harus memiliki connecting dengan His mercies. Bagi Macarthur, inilah pure of worship (Roma 11:33-36). kita dapat beribadah kepada Tuhan, melayani Tuhan, memuji nama Tuhan karena belas kasihan Allah dinyatakan kepada kita. saya percaya poin pertama sangat berkesan di dalam kehidupan seorang reformator, Martin Luther. Semakin dia belajar teologi di seminari, melayani jemaat Tuhan di gereja dan masyarakat, Luther semakin menemukan dirinya yang lemah dan berdosa. Tebakan saya adalah tempat yang paling banyak ia singgahi di masa mudanya adalah confession room. Luther menyadari bahwa dirinya berdosa, ia menyadari dirinya dapat beribadah kepada Tuhan, melayani Tuhan karena ada belas kasihan Tuhan yang dinyatakan didalam hidupnya. Rasul Paulus hendak memperingatkan agar kita sebagai pembaca menyadari bahwa semua hanya karena belas kasihan Allah maka no room for pride! sadarilah limitasi diri dan bergantung pada belas kasihan Allah.

Kedua, ibadah memiliki mandatnya sendiri. ada aturan, cara dan ketentuannya sendiri yaitu harus biblical. saya percaya panggilan hidup setiap orang kristen adalah menjalani hidup seturut dengan cara Tuhan yang tercantum di dalam Alkitab, bukan pakai metode manusia yang spekulatif. sebagai contoh, pertama kali saya beli mp3 player dan saya sedang mencoba mendengar lagu dari mp3 player itu. hasilnya nihil. saya pikir mp3 player itu rusak. herannya, saat saya bawa kembali ke toko jual mp3 player tersebut. dia bilang tidak rusak. saya gak dapat mendengarkan mp3 karena saya pilih tombol “hold” sehingga “locked”. penjualnya mengatakan caranya ada tertulis di manual booknya! dari contoh ini, kita seringkali memakai cara sendiri untuk beribadah kepada Tuhan sehingga saat kita tidak enjoy dalam ibadah, justru kita menyalahkan Tuhan. Kita sudah memiliki manual book “Alkitab” dan kita perlu bantuan roh kudus untuk memahami aturan2 apa yang terkandung di dalam Alkitab.

Ketiga, ibadah adalah totalitas hidup manusia. heart understanding- serahkan semuanya kepada Tuhan dan mengasihi setiap belas kasihan Tuhan. Oswald Chamber memberikan new insight kepada saya sebagai pembaca di dalam artikelnya “Pertanyaan yang menusuk hati”. Chamber mengutip Yohanes 21:15-18 … Simon Petrus, Apakah engkau mengasihi Aku? sebuah pertanyaan yang menusuk hati Petrus. Petrus begitu mengasihi Yesus sampai matipun dia rela – kelihatannya hebat banget tetapi respon tersebut hanyalah sebuah respon alamiah seperti orang-orang (kasih emosional belaka). respon Petrus begitu menyentuh emosi dan menyentuh kedalaman diri secara lahiriah tetapi tidak menyentuh roh. Firman Tuhan selalu bikin kita gelisah, tersiksa, kesakitan karena Tuhan hendak mencabut “peluru dosa” yang ada di dalam tubuh kita dan membebaskan kita dari side effect “peluru dosa” tersebut. Bagaimana dengan Iblis? justru iblis tidak akan menyakiti kita … dia akan memberikan service yang kita sukai karena iblis tahu selera keberdosaan kita ... dia dapat mewujudkan semua yang kita minta karena semua sesuai selera Iblis juga. Tiga kali Yesus berkata “Apakah engkau mengasihi Aku?”. Petrus sadar bahwa Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu … kau tahu aku hanya bisa berespon secara alamiah. Tuhan berkata “ Peliharalah domba-dombaku”. Jawaban yesus sesuai dengan hukum paling utama di dalam Taurat yaitu kasihilah Tuhan Allahmu dan kasihilah sesamamu manusia … itulah ibadah yang diperkenan Tuhan, sesuai dengan Alkitab (Matius 22: 33-40).


Keempat, ibadah memiliki mindset yang dibagi menjadi dua yaitu negatif dan positif. mindset bersifat negatif yaitu jangan sama dengan dunia ini (Roma 12:1). mindset bersifat positif yaitu being transformed (Roma 12:2). banyak kita berdebat mengenai musik sehingga kita tidak melihat mindset kita sudah betul atau belum, sudah berbeda dengan dunia atau sama dengan dunia ini. Jangan membuang waktu berdebat soal musik dulu tapi mindset kita sudah berbeda dengan dunia belum? sudah dibongkar oleh Firman atau belum? udah ditransformasi atau belum? Dalam hal ini, mindset kita harus total abundat dulu, total renovasion your mindset, bukan emosi. emosi harus dikendalikan dibawah mindset! jangan emosi merajai mindset! jika emosi jadi raja dari mindset maka positioning pasti bergeser alias kacau! justru kita harus kembali kepada mind of Christ (1 Korintus 2:16) yaitu learn from the Bible. oleh karena ibadah tidak bisa dilepaskan dari Sola Scriptura, back to Scripture alone.

Terima Kasih Tuhan ….atas pertolongan-Mu

Daniel Santoso
Beijing, China
http://www.danielsantoso.blogspot.com

Tidak ada komentar: