Senin, 27 Juli 2009

Understand The Times 3

BACK TO THE ONE AND ONLY TRUTH.

Sebagai seorang kristen, bagaimana kita meresponi fenomenal gerakan emerging church? Melalui refleksi ini, saya berusaha memberikan konklusi bahwa:

1. Emerging Church adalah false church. Bukan gereja harus beradaptasi dengan dunia tetapi justru dunia harus beradaptasi dengan gereja. Jika demikian, pertanyaan besar adalah siapa menginjili siapa? Melalui hal ini, emerging church telah melakukan sebuah aksi penolakan terhadap orthodoxy of faith untuk back to Bible tetapi mereka justru welcoming worldly faith. Tindakan mereka jelas telah bertentangan dengan Firman Tuhan (Roma 12:2).

2. Emerging Church justru lebih banyak involved mengerjakan banyak hal untuk jemaat, memberitakan Injil dengan melegalkan “secularly approach” demi penjangkauan lebih banyak jiwa kepada Kristus tetapi tidak mau belajar Firman secara teologis karena mereka lebih mengutamakan “selera” mereka daripada “selera” Tuhan yang diajarkan melalui Alkitab. Sebagai contoh, ada beberapa emerging church melegalkan aborsi, menentang capital punisment dan memberikan support kepada kawula muda untuk safe sex, yaitu pakai condom. Menurut saya, tindakan mereka telah keterlaluan melanggar perintah Allah dan mengalami keterbalikan logika yang membahayakan jemaat Tuhan dan dunia. Inilah self defeating factor yang melanda gereja-gereja abad 21.

3. Emerging Church tidak memberikan “Christian Attitude” sebagai anak Tuhan karena teladan rohani yang sejati telah diinterpretasi bukan demi kemuliaan nama Tuhan, tetapi demi menjangkau jiwa-jiwa tanpa memperhitungkan apakah Tuhan berkenan atau tidak atas tindakan mereka. Banyak orang kelihatan kristen tetapi akhirnya mereka hidup bukan sebagai orang kristen tetapi sekuler. Slogan “Just give me Jesus but don’t change my way” menjadi respon jiwa-jiwa yang dijangkau oleh emerging church. Tidak heran, jika ada gereja di California yang menyediakan beragam kebaktian dengan fasilitas yang berbeda-beda seturut ragamnya selera manusia mengenai worship. Ada country, hip hop, blues, jazz, negro spiritual,classic, pop, dll. Bagaimana saudara melihat gereja-gereja seperti ini? Diam dan membiarkan mereka terbius di dalam kebodohan spiritual dan kebobrokan etika kaum religius? Saya jadi teringat, Alfred Hitchcock. Seorang bapa novel physcho dari England yang terkenal di Amerika Serikat. Dahulu dia hanyalah seorang katolik jesuit yang bekerja sebagai tukang bikin ilustrasi dan karikatur koran. Suatu hari dia baca sebuah buku yang berjudul “the sorrows of satan” maka dia bikin novel physcho, tanpa meninggalkan iman catholic jesuit-nya. Pertanyaannya adalah apakah hitchcock memuliakan Tuhan? Not at all. Ia memuliakan dirinya dan setan serta api neraka dibalik kekristenannya. Jika kita tidak waspada, kita mengatakan diri kristen tetapi kehidupan kultural kita mendominasi hidup kita lebih daripada selera Tuhan, jangan-jangan kita lebih memuliakan diri dan kultur kita sendiri, bukan memuliakan Tuhan.

Gereja Reformed Injili Indonesia percaya kepada satu-satunya kebenaran adalah kembali kepada Allah dan Kebenaran-Nya dalam Alkitab, THE ONE AND ONLY TRUTH OF EVERYTHING. Justru segala sesuatu harus kembali kepada Firman Tuhan dalam Alkitab sebagai satu-satunya dasar, selera dan motivasi serta komitmen bagi gereja dan jemaat Tuhan menikmati perdamaian dan kesatuan sejati di dalam Tuhan. Oleh karena itu, doktrin menjadi penting dalam gereja dan jemaat Tuhan. Belajar diproses sungguh-sungguh untuk memuliakan Tuhan di zaman tempat kita berdiri hari ini. Saya sangat tersentuh saat membaca biografi dari Leonard Berstein, salah seorang konduktor terbaik abad 21 dari New York Philaharmonic Orchestra. Saat dia kecil, keluarga tidak mampu belikan piano tetapi dia mempelajari piano bukan di atas instrumen piano tetapi belajar piano dalam “soul”. Ia bertekad mau jadi musician yang terbaik, meskipun orang tua tidak setuju dengan tekadnya. Saat dia sudah tua dan menjadi legenda konduktor dalam sejarah musik klasik di Amerika Serikat, sebuah pertanyaan masuk “ bagaimana kita dapat jadi konduktor yang sejati?”.Dengan mata yang tajam, kerutan dahi dan pipi yang reflek bergerak tegang, Ia menjawab dengan serius “he must be a good musician … he must know every note in a piece of music … if he didn’t …he should not conduct it”. Jawaban Berstein membuat saya merefleksikan diri saya sendiri. Mau jadi konduktor sejati harus jadi musikus yang benar dulu! Kalau mau jadi kristen yang benar, harus kenal Allah dan Kebenaran yang benar dulu … every note!!, seperti apa yang Berstein tekankan. Doaku, kita bersama gereja Tuhan dan jemaat Tuhan dapat belajar mengenal Allah dan kebenaran-Nya dengan benar … every note! , Mari kita belajar memuliakan Tuhan menurut apa yang diperkenan oleh Tuhan, bukan selera manusia. Solideo Gloria.

Dalam Kristus
Daniel Santoso
Beijing, China

Understand The Times 2

THE DANGEROUS OF EMERGING MOVEMENT

Bagaimana Postmodernisme telah mempengaruhi gereja di abad 21? Salah satunya yaitu EMERGING CHURCH.

Emerging Church adalah Gerakan kristen abad 20-21 yang mengajak gereja dan jemaat di abad ini menghidupi iman mereka di dalam masyarakat postmodern. Gerakan ini muncul akibat ketidakpuasan mereka terhadap organized church dan institutional chuch yang dianggapnya terlalu konservatif sehingga mereka melakukan dekonstruksi terhadap konsep ibadah kristen, konsep penginjilan dan natur komunitas kristen yang modern..

1. Gereja dipanggil untuk menjalankan “Kovenan” Allah-Manusia yang didasarkan atas kedaulatan Allah, Otoritas Allah dan kehendak Allah sebagai the absolute point of Truth. Disini Allah tidak membutuhkan persetujuan dari dua pihak karena adanya perbedaan kualitatif antara Allah dengan manusia. Dalam hal ini Kovenan harus dibedakan dengan Kontrak. Bagaimana dengan emerging church? Emerging Church tidak menjalankan Kovenan secara directly, justru mereka menekankan komunikasi manusia dengan Allah baik melalui conversation, opinion, discussion dengan culture of dialoque yaitu come one, tell us your own stories! Pengaruh freedom of speech/expression menghantar mereka untuk menikmati sebuah standar yang relatif dalam menikmati Tuhan. Sebenarnya, apa salahnya sih? Toh mereka bukannya merusak hubungan manusia dengan Allah? Toh mereka kelihatannya sangat kristen dengan doa-doa mereka, penginjilan mereka, ribuan jemaat dalam gereja, ribuan orang maju saat altar call menangisi dosa. Apanya yang salah? Sekali lagi, gereja dipanggil untuk menjalankan Kovenan Allah. Gereja bukan didesign oleh Allah untuk melakukan hal-hal yang dikerjakan oleh emerging church. Justru, gereja didesign untuk melakukan kehendak Tuhan, sesuai kedaulatan Allah, dalam Kovenan-Nya.


2. Emerging Church membawa masuk konsep “Postmodern Diversity” ke dalam gereja. Alasan mereka adalah dunia berubah secara radikal maka gereja harus berubah secara radikal juga. Itulah keep reforming, katanya. Bagaimana saudara membaca pemikiran ini? Emerging Church mengajak gereja harus berubah di saat dunia telah berubah dengan radikal, ini bukan ajaran Alkitab! Alkitab justru mengajarkan bagaimana gereja harus tampil beda, berbeda dengan dunia. Justru, Gereja adalah representative Allah dalam dunia ini, bukan budak dari dunia. Mereka banyak membicarakan mengenai bagaimana menjangkau jiwa sebanyak-banyaknya untuk Kristus tetapi mereka lupa bahwa the absolute truth justru menekankan iman adalah dasar dari perbuatan dan pengalaman (Ibrani 11:1, Efesus 2:8, Matius 21:21) maka pengajaran itu penting dan harus diutamakan oleh gereja. Disini Postmodernisme menawarkan “new perspectives” kepada emerging church untuk mempengaruhi gereja dan jemaat Tuhan agar mereka dapat menjadi gereja yang “down to earth” dan modern mengikuti perkembangan zaman. Pertanyaannya sekali lagi, gereja dipengaruhi oleh dunia atau dunia justru seharusnya dipengaruhi oleh gereja? Iman kristen yang sejati justru kembali kepada directly relating to God’s Word bahwa faith comes by hearing maka bagaimana setiap orang kristen membaca zamannya dengan SEE, FEEL, ACT. Dalam khotbah Pdt. Dr. Stephen Tong, Ia mengambarkan saat Rasul Paulus masuk ke Efesus, ia melihat berhala-hala Efesus, ia menaruh belas kasihan kepada mereka yang belum dengar Injil dan ia beraksi dengan berkhotbah di depan mereka yang belum percaya Injil. Maksud saya mengutip hal ini, Dunia memerlukan Injil, bukan Injil perlu dunia. Inilah keterbalikan logika yang selalu dianggap boleh terbalik, boleh tidak terbalik. Itu bukan ajaran Alkitab! Justru kita harus belajar teologi baik-baik agar kita mengikut Tuhan dengan benar, bukan terbalik.

3. Emerging Church memberikan pelayanan yang terbaik bagi jemaat Tuhan. Pelayanan yang “seeker friendly” dengan memberikan pelayanan kepada jemaat sesuai dengan trend jaman, ini jelas market oriented. Kegiatan gereja tersebut lebih banyak menekankan ibadah yang penuh gairah mengaktifkan panca indera manusia untuk merasakan, menikmati, menyentuh hati daripada mendengar Firman Tuhan yang benar. Demi kenyamanan jemaat, gereja tersebut rela melakukan gaya marketing sekular hanya untuk menjangkau jiwa lebih banyak. Apakah kita punya hak untuk melakukan hal seperti itu? Sebagai seorang hamba Tuhan, saya percaya bahwa gereja harus memberitakan kebenaran dengan jujur yaitu memuliakan nama Tuhan dan menikmati Tuhan. Itulah semangat God centered. Emerging Church jelas bertolak belakang, mereka lebih menekankan “congregation-oriented” dan “market-oriented” yang dapat disimpulkan sebagai “man-centered”. Inilah semangat yang dikerjakan oleh Rick Warren, penulis best seller “The Purpose Driven Life” dari Saddleback Church. Pertama, Ia mengemas berita kekristenan sangat sekular sampai hampir tidak bisa dibedakan ini sebenarnya buku teologia atau sekadar buku pengembangan diri sehingga “cover” menjadi penting daripada “content”. Problemanya adalah kita sedang beli “cover” atau “content”? bukankah seringkali kita terjebak di dalam problema ini? Jika saudara melihat fenomena industri fake brands di China bener-benar luar biasa. Louis Vuitton dan Gucci sempat kuatir terhadap omset penjualan produk mereka dan melaporkan kepada kepolisian untuk melakukan sweeping terhadap pengedar fake brands. Herannya, industri mereka tidak pernah mati, malah berkembang sampai seantero jagat. Kenapa penjualan mereka begitu “hidup”? Cover mereka bagus, meskipun content poor quality. Kedua, Ia menggunakan bahasa seduktif yang sangat “down to earth” tetapi tidak akurat sesuai aslinya.Sebagai contoh, Rick Warren suka mengutip “The Message” dari Eugene Peterson. Warren mengutip Yohanes 3:17 dari Peterson: “God didn't go to all the trouble of sending his Son merely to point an accusing finger, telling the world how bad it was. He came to help, to put the world right again.” Jika kita melihat dari bahasa Yunani, kutipan bahasa Inggris yang paling akurat adalah NASB. "For God did not send the Son into the world to judge the world, but that the world might be saved through Him. “Saved” berbeda dengan “Help”. Kenapa Warren memilih terjemahan Eugene Peterson? Terjemahan Peterson lebih lunak, universal bagi kristen maupun non-kristen padahal terjadi “lack of meaning” dalam pengertian “saved-menyelamatkan” dengan “help-membantu, menolong”. Kebenaran Alkitab adalah menyelamatkan, bukan membantu atau menolong.

Kiranya Tuhan memberkati kita, berbalik untuk kembali kepada satu-satunya standar sejati yaitu di dalam Kristus.

by His grace
Daniel Santoso
Guangzhou, China

Understand The Times 1

THE NEED OF THE CHURCH DISCIPLINE

Panggilan Gereja Reformed Injili Indonesia bukan hanya untuk memberitakan Injil maupun mengajarkan doktrin Reformed Injili, tetapi menjalankan disiplin gereja baik dalam doktrin/pengajaran maupun dalam aplikasi hidup sesuai dengan Firman Tuhan. Panggilan tersebut sangat signifikan karena banyak gereja maupun orang kristen telah memasukkan konsep kafir ke dalam doktrin/ pengajaran maupun aplikasi hidup jemaat Tuhan, baik sadar maupun tidak sadar. Dalam hal ini, panggilan Gereja Reformed Injili Indonesia adalah mengajak setiap gereja dan jemaat Tuhan mengadopsi prinsip kekristenan yang benar. Hari ini kita belajar mengenai beberapa poin yang kita dapat pelajari dalam prinsip kekristenan dalam disiplin gereja adalah:

a. Tidak ada jalan pintas dalam mengenal Allah dan Kebenaran-Nya, kita harus kembali setia kepada Alkitab sebagai satu-satunya standar Allah . Konsep kesetiaan harus bermula dari akarnya, bukan buahnya. Jika akarnya tidak setia maka buahnya pun hasil dari ketidaksetiaan. Seorang pemuda mengatakan kepada saya, bolehkan saya menginjili orang lain dengan akar teologi sukses dan mengharapkan mereka dapat menerima teologi penderitaan Kristus. Saya mengatakan, kebenaran itu tunggal, tidak ada double standard, maka mengenal Allah dan kebenaran-Nya harus kembali kepada akar yang sakral dan kebenaran yang sakral pula. .

b. Jemaat Tuhan harus mau rela mendengar dan taat kepada Allah. Hari ini banyak jemaat Tuhan melayani Tuhan tetapi semuanya itu belum menjamin ia pasti mau dengar dan taat kepada Allah. Keterlibatan jemaat dengan Allah menjadi poin penting karena keterlibatan itulah yang membuat setiap kita dapat menikmati apa yang kita dengar dan kita responi dengan taat menjalankan perintah Allah.

c. Keterlibatan Tuhan-jemaat-Nya mengarahkan kita untuk mengikuti jalur Tuhan, yaitu Firman Tuhan adalah Allah dan Kebenaran yang menjadi patokan dalam konsep nilai manusia dalam menilai segala sesuatu. Hari ini banyak gereja justru mengambil patokan bukan ikut jalur Tuhan tetapi mengikuti jalur kerelatifan dalam pengalaman manusia maupun nubuat. Dunia semakin memberanikan diri untuk membungkam mulut orang kristen agar tidak berani mengambil patokan yang jelas dalam mendidik gereja dan jemaat Tuhan untuk menjaga kekudusan dalam Firman dan pelayanan. Ironisnya, orang kristen sendiri tidak kritis terhadap dirinya sendiri sehingga banyak konsep-konsep kepalsuan religius yang sudah mencuci otak konsep mereka tentang apa itu kekristenan.

Hari ini, Era Postmodernisme telah merusak dunia termasuk kehidupan jemaat dan gereja Tuhan dengan semangat:

a. Relativisme. Tidak ada kebenaran absolut. Tidak ada kebenaran yang sejati. Semuanya adalah kebenaran. Meskipun berbeda-beda tetapi itu adalah kebenaran. Perbedaan itu hanyalah karena perbedaan perspektif/ cara pandang kita melihat saja. Siapakah yang berhak menentukan kebenaran adalah benar? Lyotard mengatakan biarkanlah komunitas yang menentukan kebenaran. Dalam hal ini Lyotard memberikan ruang lebar bagi manusia untuk bebas menentukan kebenaran itu benar atau tidak benar sesuai dengan perspektifnya masing-masing. Bukankah ini ide win-win solution yang tidak realistis dan konyol? Gereja mempermainkan dan dipermainkan oleh kebenaran. Jemaat juga mempermainkan dan dipermainkan oleh kebenaran dan semuanya itu benar?

b. menekankan freedom yang pluralis – multi form. Apakah saudara masih ingat kontroversi karikatur gambar Muhammad yang diterbitkan oleh surat kabar terkemuka di Denmark, Jyllands-Posten sehingga dunia islam marah besar bagai kebakaran jenggot. Menurut saudara, kenapa surat kabar tersebut berani menerbitkan karikatur gambar Muhammad padahal mereka tahu tindakan mereka begitu berbahaya bagi kaum extremis islam? Pesan mereka adalah self-censored dan freedom of speech/expression dari imajinasi mereka mengenai Muhammad. Meskipun mereka meminta maaf kepada dunia islam, mereka tidak sudi menarik karya karikatur kontroversial tersebut karena itulah kebebasan yang harus dihormati oleh siapapun, termasuk dunia islam. Jika mereka menggunakan freedom of speech/ expression dengan benar maka semua orang sehati menghormati freedom of speech mereka. Jika mereka menyalahgunakan freedom of speech/expression mereka hanya untuk “having fun”, secara tidak langsung, mereka telah mempermainkan freedom of speech mereka sendiri. Ada gereja yang memberikan “fenomenal religius” yang meresahkan masyarakat dengan penginjilan terhadap arwah orang mati, bagaimana kita menanggapinya? Tahukah kita bahwa itu tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan? Seringkali kita telah melihat kepalsuan religius ada disekeliling kita tapi mulut kita dibungkamkan oleh freedom of speech/ expression kafir. Ahmadiyah dianggap palsu oleh orang Islam, justru orang Islam mati-matian menyerang Ahmadiyah karena mereka telah murtad dari kebenaran islami. Jadi respon mana yang benar? Diam atau fight?

c. gol utama mareka adalah mencapai perdamaian dalam dunia ini, oleh karena itu mereka rela membuang sejarah sebagai akar, menekankan keunikan aestetic dalam freedom of speech/expression tanpa mempedulikan etika dalam sejarah manusia. Contoh, Oikumene adalah gerakan yang merangkul berbagai macam denominasi gereja-gereja agar saling hormat menghormati dan meniadakan perbincangan teologis yang mereka anggap error”. Bagaimana bisa damai jika kebenaran Tuhan diterima oleh gereja-gereja dengan berita yang berbeda-beda? Charles Spurgeon mengatakan justru perdamaian dan persatuan dapat terealisasikan dengan baik apabila semua oknum kembali kepada satu-satunya kebenaran. Oleh karena itu, dapatkah dunia mencapai perdamaian? Jika tidak kembali kepada Allah sebagai kebenaran absolut maka tidak mungkin ada perdamaian dalam dunia ini.

d. Sosial totalitas, rakyat jadi boss maka pemerintahan harus melayani rakyat. Menurut saya, panggilan gereja adalah bagaimana mendidik jemaat tuk kembali konsentrik terhadap Firman Allah. Sebagai contoh: Kalau dahulu pendidikan sekolah, murid harus takut kepada Kebenaran, Sekarang justru kebalikannya, guru takut murid karena guru dapat disue oleh orang tua murid karena melakukan tindakan penyiksaan terhadap anak mereka. Guru punya kuasa atau murid punya kuasa lebih besar? Inilah keterbalikan logika dalam sosial totalitas.

e. Banyak mereka lebih mendeklarasikan persamaan daripada perbedaan sehingga mereka melakukan “revisi ulang”/istilah dari Jacques Derrida “re-reading” disesuaikan dengan konteks lokal. Misalnya: Saya mendengar kabar dari seorang dosen Perjanjian Lama di seminari bahwa LAI pernah mengalami kesulitan dalam menerjemahkan Yesus Anak Domba Allah ke dalam bahasa Papua. Kenapa demikian? Problem lokal Papua adalah mereka belum pernah melihat binatang domba sehingga mereka berniat mengganti domba menjadi babi, karena banyak babi di Papua. Benarkah hal tersebut? Tidak. Jadi Jelas, ini bertentangan dengan isi Firman Tuhan. Menurut penulis, mereka justru harus dididik mengenai domba, bukan mengexcuse diri dan mengubah kata domba jadi babi. Itu tindakan terlalu pragmatis dan tidak bertanggungjawab. Justru kita harus jujur mengatakan definisi yang sesungguhnya yaitu mendidik gereja dan jemaat tuk setia di dalam Kebenaran Alkitab sebagai satu-satunya kebenaran yang mutlak yang menjadi kunci kebenaran dan perdamaian yang sejati.

By His Grace
Daniel Santoso
Guangzhou, China