Selasa, 28 Agustus 2007

Reason and Spirituality

Dalam dunia modern, manusia mengadopsi satu semangat “ cogito ergo sum – I think therefore I am “ sehingga poin pentingnya adalah reason dan cenderung membuang spirituality. Sejak 1989 Tembok Berlin runtuh, semangat postmodern mulai ‘ laku ‘ dengan semangat “ I am therefore I think “ dan poin pentingnya adalah spirituality dan cenderung membuang reason. Inilah ketimpangan yag terjadi karena semua pemikiran tadi bermula dari sesuatu yang ‘ secondary ‘ bukan first source ! Dalam semangat modern, Immanuel Kant berpendapat bahwa pikiran manusia tidak pernah boleh menundukkan diri kepada otoritas apapun yang melampaui dirinya maka singkat kata, manusia harus otonom dan ia hanya tunduk terhadap hukumnya sendiri dan menolak ide wahyu berotoritas dari Allah karena manusia adalah otoritas tertinggi bagi dirinya sendiri sebagai penentu kebenaran. Inilah semangat modern yang tidak mau tunduk kepada Allah, mengutip kalimat dari Cornelius Van Til bahwa jika manusia menyembah dirinya sendiri sampai kepada taraf tidak mau tunduk kepada Allah maka ia pasti Kantian. Van Til justru menyatakan satu-satunya cara menemukan kebenaran adalah tunduk di hadapan Alkitab yang berotoritas dari Allah. Struktur pemikiran dari Van Til bertitiktolak pada doktrin penciptaan yang telah diterima oleh gereja-gereja orthodox selama berabad-abad yaitu Allah adalah Sang Pencipta dan dunia adalah ciptaan-Nya. God created therefore i am. Kedaulatan Allah sebagai Sang Pencipta menjadi poin penting disini Saya kagum kepada pesan dari Abraham Kuyper bahwa Kristus adalah Tuhan atas seluruh kehidupan manusia dimana setiap pikiran dan setiap bidang harus ditaklukkan dibawah kuasa-Nya. Itulah Reformed Mind !

Melihat semangat postmodern, menikmati kebebasan dalam hidup adalah spiritualitas mereka. Tidak heran, Michel Foucault membasiskan filsafatnya dengan tubuh – maka gay, lesbian, ekstasi menjadi new meaning of real life bagi mereka dan membuang reason yang selama ini bagi mereka hanyalah theory without application! Tidak heran, Jacques Derrida mendekonstruksikan bahasa menjadi limpah makna menurut kemauan manusia secara subjektif karena kekakuan cara pikir hidup manusia sehingga ia membuang ke-absolut-an ! kenapa ? karena mereka tidak tahan dengan kekakuan modern alias ketidakpuasan atas reason yang diabsolutkan. Tertuliskan dalam Alkitab - Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan dunia diciptakan oleh Firman Tuhan maka manusia bisa hadir dalam dunia ini karena Firman Tuhan. Tetapi manusia ingin jadi seperti Allah sehingga manusia jatuh ke dalam dosa. Satu-satunya solusi melalui Yesus Kristus, Firman menjadi Daging ( Yoh 1 ) dan diam bersama-sama dengan manusia dan manusia melihat kemuliaan Allah bahkan Ia rela mati menebus dosa manusia dan memberikan keselamatan bagi mereka yang diselamatkan-Nya maka pertanyaan apakah kita memancarkan kemuliaan Sang Pencipta-Sang Absolut dalam tubuh kita yang diciptakan-Nya ?God loved therefore I am ! Itulah Reformed Spirituality !

Gloria in excelsis Deo
Daniel Santoso
Taipei, Taiwan

Tidak ada komentar: